Kelompok 6
Masyarakat Pedesaan
Disini yang dimaksud Masyarakat desa pada umumnya adalah mereka - mereka yang masih terikat dan sangat berpatokan terhadap adat istiadat yang lama sehingga terkesan menutup diri dari perubahan yang ada. Salah satu sifatnya yakni Sifat Curiga. Curiga dalam artian disini yakni keraguan yang sangat besar atau berfikir negatif akan mencuatnya hal-hal baru di luar dirinya yang belum dipahaminya begitu juga dengan kehadiran akan seseorang / sekelompok terhadap budaya mereka. mereka cenderung menutup diri dari perubahan. hal utamanya bisa disebabkan oleh karena ketakutan mereka akan hilangnya kebudayaan asli mereka, serta tergantikannya kebudayaan tersebut oleh kebudayaan dbaru dari hal - hal yang baru tersebut. Memang hal itu wajar saja, namun sesuatu yang berlebihan nampaknya kurang baik, bagitu juga dalam hal ini, apabila mereka terlalu waspada atau siaga. sampai kapankah akan terus menutup diri serta melawan arus perubahan (globalisasi). Inilah yang dirasa sebagai Gejala masyarakat pedesaan
Gejala lainnya yakni
Petikaian (konflik, dimana mungkin ada tindakan tidak menyenangkan
mengingat masyarakat desa belumlah terbiasa sehingga mudah tersinggung dan menimbulkan konflik). Pertentangan, meliputi perbedaan pendapat anatara satu individu dengan individu lainnya, Kompetisi, serta kegiatan para masyarakat pedesaan yang pada umumnya adalah terampil dan gigih.
Namun tidak sepenuhnya Masyarakat desa seperti itu, dan masih ada juga sisi positif dari masyarakat desa, diantaranya adalah kekuatan solidaritas mereka yang tinggi antar sesama individu. atau istilahnya Tidak egois. Kepentingan bersama selalu diperhatikan dan tidak segan-segan tidak tanggung-tanggung membantu sesamanya apabila membutuhkan tanpa memperhitungkan untung-rugi yang didapat, terlihat pada sistem Gotong Royong yang sudah merupakan ciri khas masyarakat pedesaan. serta Masyarakat desa lebih bersifat Religius, Telihat pada beberapa adat istiadat yang juga berdasarkan agama. Upacara -upacara peringatan, Selametan-selametan.
STUDI KASUS
Tradisi Dugderan di Kota Semarang
Tradisi dugderan ikut menyemarakkan datangnya bulan puasa khususnya di Kota Semarang. Dengan mengusung warak ngendhog sebagai ikonnya, yaitu binatang yang bentuknya menyerupai persilangan naga dan kuda yang dilengkapi dengan sebutirendhog (telur). Tak hanya itu saja, kerajinan kapal dan othok-othok selalu diidentikkan dengan tradisi ini. Semua barang tersebut tentu akan sulit dijumpai di hari-hari biasa. Selain di seputar Semarang, banyak pula pedagang yang berasal dari luar kota hanya untuk mengadu peruntungan. Diantaranya dari Brebes, Jepara, Sidoarjo, dan masih banyak lagi.
OPINI
Terlihat salah satu ciri dari masyarakat desa yaitu mereka terus menjaga adat yang berlangsung hingga sekarang ini. Menurut saya adalah baik adanya apabila upacara Dugderan ini terus dilaksanakan, nilai religius juga terkandung dalam upacara ini. yakni memperingati sekaligus sebagai media komunikasi akan jatuhnya bulan puasa yakni setelah suara meriam t
erdengar dan bunyi bedug.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar