Senin, 03 Desember 2012

Kekerasan Anak dalam sifat Agresifnya dan hubungannya dengan Pola Asuh Orangtua


Kekerasan Anak Dalam Sifat Agresifnya Dan Hubungan Antara Pola Asuh
Berbagai macam kasus kenakalan remaja sudah tidak jarang lagi kita temukan bahkan meningkat akhir – akhir ini seperti perkelahian antar remaja ataupun tawuran, menyalahgunakan uang administrasi (uang SKS), serta perpeloncoan mahasiswa atau bisa kita mengkategorikan sebagai bullying.  Menurut saya kasus remaja seperti itu didasari oleh sifat agresif yang tidak tersalurkan dan yang tidak terlepas dari pola asuh orangtua serta bagaimana lingkungan menjadi faktor sosial dalam proses tumbuh berkembang sifat tersebut. Penyebab umum seorang mahasiswa melakukan tindakan agresif biasanya dipengaruhi beberapa faktor, beberapa diantaranya seperti:
  • Meniru model – model kekerasan (adegan kekerasan di layar kaca televisi maupun dunia maya),
  • Pola asuh dan tingkah laku orangtua dalam cara menghukum anaknya atau proses pendisiplinan yang salah yang kemudian  memicu sifat agresif berlebihan.
  • Amarah yang terpendam, amarah yang selalu tertahan karena ketidakmampuan meluapkannya sehingga pada saat melebihi batasannya bisa mendorong sifat agresif untuk menyalurkannya ke arah tindakan yang tidak masuk akal dan berunsur kekerasan (violence).
  • Faktor lingkungan sekitar yang turut mempengaruhi perkembangan sifat agresif
  • Faktor keluarga sebagai tempat awal pembentukan sifat


Saya akan menjabarkan mengenai beberapa poin penting dalam faktor pengaruh sifat agresif seperti; 

Keluarga adalah lingkungan dimana tempat sosialisasi primer dilakukan maka keharmonisan dalam sebuah keluarga patut dijaga. Kebanyakan keluarga yang harmonis lahir dari komunikasi yang baik antar anggotanya, saling menghormati. Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya sifat agresif. Kurangnya komunikasi, penerapan kedisiplinan yang tepat dan efisien, kurangnya kasih sayang orangtua dapat menjadi pemicu timbul dan berkembangnya sifat agresif karena dari keluarga saja sudah tidak mendapat dukungan positif.

Karena bisa cukup sinkron apabila dihubungkan dengan berbagai pola asuh yang kita kenal seperti:
  • Pola asuh permisif, dimana orangtua memberikan pengawasan yang lebih longgar tanpa melakukan pengawasan yang cukup dan cenderung memanjakan
  • Pola asuh penelantar, tidak jauh berbeda dengan pola asuh permisif dimana yang menjadi pembedanya adalah pengawasan yang tidak cukup dikarenakan kesibukan kedua orangtua akan pekerjaan dan urusannya sehingga nantinya berkembang menjadi mahasiswa kurang perhatian, nakal, salah bergaul, kurang menghargai sesamanya.
  •  Pola asuh otoriter, layaknya diktator harapan dan cita – cita serta proses kedisplinan bersiat memaksa, selalu menuntut, memerintah sesuai keinginan tanpa memperdulikan perasaan dengan alasan berusaha melindungi anaknya semaksimal mungkin sehingga mengarah kepada overptotektif. Sehingga membangun jiwa kurang kreatif dan inisiatif dalam mengembangkan bakatnya dan tidak menutup kemungkinan mereka (anak) menjadi penakut dan lebih memilih mengambil sifat pasif.
  • Pola asuh demokratis, suatu kata yang tergambar pada pola asuh ini yakni “Bebas yang bertanggung jawab”. Pola asuh ini berlawanan dengan pola asuh otoriter dimana pola asuh ini cenderung lebih mementingkan kepentingan anak dan memahami anak. Orangtua memberi kebebasan kepada anak namun tetap sesuai dengan norma dan aturan dan sanksi yang diberikan atas pelanggaran sesuai dengan kesepakatan bersama (anak dan orangtua). Sehingga orangtua lebih bisa memahami kemampuan anak. Dan anakpun lebih mandiri,  mudah menggali potensi dan mengenali jati diri mereka.

Dengan berbagai pola asuh diatas terlihat bahwa pola asuh demokratis jauh lebih baik. pembentukan sifat agresif anak tidak terlepas dari pengaruh orangtua maka dari itu diharapkan orangtua dapat mengasuh anak mereka sebaik mungkin serta membimbing dalam perkembangan sifat agresif.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar