Kekerasan Anak Dalam Sifat Agresifnya Dan Hubungan
Antara Pola Asuh
Berbagai macam kasus kenakalan remaja sudah tidak
jarang lagi kita temukan bahkan meningkat akhir – akhir ini seperti perkelahian
antar remaja ataupun tawuran, menyalahgunakan uang administrasi (uang SKS),
serta perpeloncoan mahasiswa atau bisa kita mengkategorikan sebagai bullying. Menurut saya kasus remaja seperti itu didasari
oleh sifat agresif yang tidak tersalurkan dan yang tidak terlepas dari pola
asuh orangtua serta bagaimana lingkungan menjadi faktor sosial dalam proses
tumbuh berkembang sifat tersebut. Penyebab umum seorang mahasiswa melakukan
tindakan agresif biasanya dipengaruhi beberapa faktor, beberapa diantaranya
seperti:
- Meniru model – model kekerasan (adegan kekerasan di layar kaca televisi maupun dunia maya),
- Pola asuh dan tingkah laku orangtua dalam cara menghukum anaknya atau proses pendisiplinan yang salah yang kemudian memicu sifat agresif berlebihan.
- Amarah yang terpendam, amarah yang selalu tertahan karena ketidakmampuan meluapkannya sehingga pada saat melebihi batasannya bisa mendorong sifat agresif untuk menyalurkannya ke arah tindakan yang tidak masuk akal dan berunsur kekerasan (violence).
- Faktor lingkungan sekitar yang turut mempengaruhi perkembangan sifat agresif
- Faktor keluarga sebagai tempat awal pembentukan sifat
Saya
akan menjabarkan mengenai beberapa poin penting dalam faktor pengaruh sifat
agresif seperti;
Keluarga
adalah lingkungan dimana tempat sosialisasi primer dilakukan maka keharmonisan
dalam sebuah keluarga patut dijaga. Kebanyakan keluarga yang harmonis lahir dari
komunikasi yang baik antar anggotanya, saling menghormati. Faktor keluarga
sangat berpengaruh terhadap timbulnya sifat agresif. Kurangnya komunikasi,
penerapan kedisiplinan yang tepat dan efisien, kurangnya kasih sayang orangtua
dapat menjadi pemicu timbul dan berkembangnya sifat agresif karena dari
keluarga saja sudah tidak mendapat dukungan positif.
Karena
bisa cukup sinkron apabila dihubungkan dengan berbagai pola asuh yang kita
kenal seperti:
- Pola asuh permisif, dimana orangtua memberikan pengawasan yang lebih longgar tanpa melakukan pengawasan yang cukup dan cenderung memanjakan
- Pola asuh penelantar, tidak jauh berbeda dengan pola asuh permisif dimana yang menjadi pembedanya adalah pengawasan yang tidak cukup dikarenakan kesibukan kedua orangtua akan pekerjaan dan urusannya sehingga nantinya berkembang menjadi mahasiswa kurang perhatian, nakal, salah bergaul, kurang menghargai sesamanya.
- Pola asuh otoriter, layaknya diktator harapan dan cita – cita serta proses kedisplinan bersiat memaksa, selalu menuntut, memerintah sesuai keinginan tanpa memperdulikan perasaan dengan alasan berusaha melindungi anaknya semaksimal mungkin sehingga mengarah kepada overptotektif. Sehingga membangun jiwa kurang kreatif dan inisiatif dalam mengembangkan bakatnya dan tidak menutup kemungkinan mereka (anak) menjadi penakut dan lebih memilih mengambil sifat pasif.
- Pola asuh demokratis, suatu kata yang tergambar pada pola asuh ini yakni “Bebas yang bertanggung jawab”. Pola asuh ini berlawanan dengan pola asuh otoriter dimana pola asuh ini cenderung lebih mementingkan kepentingan anak dan memahami anak. Orangtua memberi kebebasan kepada anak namun tetap sesuai dengan norma dan aturan dan sanksi yang diberikan atas pelanggaran sesuai dengan kesepakatan bersama (anak dan orangtua). Sehingga orangtua lebih bisa memahami kemampuan anak. Dan anakpun lebih mandiri, mudah menggali potensi dan mengenali jati diri mereka.
Dengan berbagai pola asuh diatas terlihat bahwa pola
asuh demokratis jauh lebih baik. pembentukan sifat agresif anak tidak terlepas
dari pengaruh orangtua maka dari itu diharapkan orangtua dapat mengasuh anak
mereka sebaik mungkin serta membimbing dalam perkembangan sifat agresif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar